Tantangan Menjadi Guru – Tantangan menjadi guru di suatu sekolah pada umumnya memiliki tanggung jawab yang berat. Begitu pula di Sekolah Inklusi yang menjadi perhatian beberapa pihak yang peduli terhadap kesejahteraan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Sekolah sendiri merupakan tempat menimba ilmu, padahal hakikatnya kita bisa belajar dari mana saja.
Namun keberadaan sekolah merupakan salah satu fasilitas penting dalam dunia pendidikan. Pendidikan formal yang kita kenal dimulai dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga tingkat universitas. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 mencanangkan program wajib belajar 12 tahun, dimulai dari Kelas 1 Sekolah Dasar (SD) sederajat hingga Kelas 3 Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat.
Hal ini merupakan upaya pemerintah Indonesia untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul agar mampu menghadapi tantangan zaman. Anak berkebutuhan khusus juga mempunyai hak yang sama untuk belajar.
Perbedaan Sekolah Reguler dan Sekolah Inklusi
Secara umum, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keberadaan sekolah reguler dan sekolah inklusi. Hanya saja sekolah reguler fokus pada pengembangan akademik peserta didik dengan standar kurikulum nasional. Sementara itu, sekolah inklusif menerapkan adaptasi kurikulum akademik bagi siswa berkebutuhan khusus.
Sehingga kurikulum yang digunakan tidak hanya mengacu pada kurikulum nasional, namun adaptasi terhadap kurikulum nasional tidak boleh dilakukan tanpa pertimbangan ahli atau otoritas. Adaptasi kurikulum memerlukan pertimbangan dari berbagai pihak, seperti instansi terkait dan hasil pemeriksaan psikologi peserta didik yang bersangkutan.
Karena kurikulum yang disesuaikan, salah satu aspek pembedanya adalah hadirnya siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusi, sehingga beberapa sekolah inklusi memerlukan guru pendamping atau Guru Pembimbing Khusus (GPK) dengan harapan proses belajar mengajar dapat berjalan. . Sehat. . dapat terus berjalan dengan baik.
Baca juga: Bagaimana Anda Menilai Pembelajaran Online dan Pembelajaran Campuran?
Adapun siswa berkebutuhan khusus yang dapat diterima di sekolah inklusi adalah siswa dengan kategori IQ dibawah rata-rata sampai dengan disabilitas intelektual ringan dan tidak mempunyai kebutuhan ganda. Siswa tersebut tergolong siswa berkebutuhan khusus setelah mendapat serangkaian penilaian psikologis oleh para ahli.
Siswa berkebutuhan khusus nantinya selain mendapatkan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhannya juga akan mendapatkan beberapa perlakuan khusus seperti penambahan jam pelajaran hingga penggunaan media pembelajaran yang lebih konkrit agar siswa mudah memahaminya.
Tantangan Pengajaran di Sekolah Inklusi
Menjadi seorang guru atau tutor tentu bukan suatu hal yang mudah, tidak hanya sekedar menjadi beban dalam menyampaikan materi kepada anak, guru secara tidak langsung harus memahami karakter berbagai macam siswa sehingga harus menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari.
Berbagai tantangan menjadi seorang guru harus memahami keunikan siswa, sehingga harus memberikan penanganan yang tepat. Berikut beberapa hal yang menjadi tantangan bagi seorang guru atau siswa di sekolah inklusi:
1. Memahami karakter siswa berkebutuhan khusus
Pengetahuan guru terhadap siswa berkebutuhan khusus merupakan salah satu tantangan utama yang dilakukan guru di sekolah inklusi. Ada siswa yang terlahir dengan kemampuan bawaan di bawah rata-rata, ada siswa yang tergolong sulit dikendalikan, dan beberapa kriteria lainnya berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi.
Diagnosis anak berkebutuhan khusus tentunya berbeda satu sama lain sehingga setiap diagnosis mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Bahkan anak dengan diagnosis yang sama juga bisa memiliki ciri-ciri yang berbeda. Sehingga guru atau pengajar harus memahami secara perlahan bagaimana karakter siswanya agar dapat mencari jalan keluar untuk melaksanakan proses belajar mengajar.
Siswa di sekolah inklusif tentu berbeda dengan siswa yang bersekolah di sekolah luar biasa (SLB). Anak-anak yang bersekolah di sekolah luar biasa ini mempunyai kriteria yang berbeda-beda dan cenderung tergolong siswa yang mampu melatih (siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusi = mampu mendidik) melalui pemeriksaan psikologi. Siswa yang mampu mengikuti sekolah inklusi adalah siswa yang masih mampu menangkap pelajaran dengan beberapa penyesuaian terhadap tujuan pembelajaran.
2. Adaptasi kurikulum
Perbedaan karakteristik siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusif tidak bisa dipaksakan untuk menggunakan kurikulum nasional karena anak-anak tersebut mempunyai kekhususan dalam mengolah informasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyesuaian kurikulum sesuai dengan kemampuan siswa.