Menjadikan Pendidikan Sebagai Solusi Perubahan Iklim – Sebagai generasi yang hidup di Bumi di masa depan, anak-anak perlu menyadari bahwa situasi Bumi semakin kritis. Pemanasan global sekitar 1,2°C sejak 150 tahun lalu telah mengakibatkan berbagai dampak buruk bagi kehidupan: cuaca ekstrem, kebakaran hutan, pemanasan lautan, hingga penurunan keanekaragaman hayati. Kami telah mengalami beberapa di antaranya.

Perubahan suhu global berisiko menyebabkan perubahan iklim yang lebih drastis pada tahun 2050. Dampaknya bisa lebih parah, dan anak-anaklah yang paling berisiko.

Nah, pendidikan bisa menjadi pintu masuk bagi anak untuk mengenali situasi dan risiko tersebut. Studi menunjukkan bahwa pendidikan lingkungan yang berkualitas dapat meningkatkan kesadaran iklim, tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga untuk “menularkannya” kepada orang tua dan keluarga mereka. Peran ini sangat penting, apalagi bagi Indonesia yang hanya 47% penduduknya yang meyakini bahwa pemanasan global disebabkan oleh ulah manusia.

Kami mencoba melakukan review singkat terhadap dokumen Capaian Pembelajaran Kurikulum Mandiri yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek. Dokumen ini merupakan seperangkat arahan materi dan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari usia dini hingga menengah.

Secara umum, kami menemukan perubahan iklim dan literasi energi tercantum pada sejumlah mata pelajaran di semua jenjang pendidikan, dengan berbagai kata kunci, antara lain: pemanasan global, perubahan iklim, energi alternatif, dan energi terbarukan.

Namun arahan dalam berbagai Capaian Pembelajaran tersebut belum berhasil diterjemahkan menjadi sesuatu yang dekat dan relevan dengan peserta didik. Sekolah sering mengambil contoh yang jauh, tidak relevan, dan parsial.

Misalnya ajakan melakukan 3R (reduce, reuse, recycle) tanpa melihat aspek konsumsi berkelanjutan di dalamnya. Ada pula sasaran agar siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) memahami teknologi pengolahan produk dan pengujian mutu pertanian di tengah perubahan iklim. Padahal, tidak semua SMK tersebut memiliki fasilitas seperti laboratorium dan akses internet yang baik.

Indonesia perlu memperkuat pendidikan perubahan iklim di sekolah sejak dini. Menurut hemat kami, setidaknya ada tiga langkah perbaikan yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan sekolah. Harapannya, siswa dapat mengetahui langkah-langkah terbaik sejak dini untuk menghadapi dampak perubahan iklim, atau beradaptasi di ruang hidup masing-masing.

1. Perbanyak materi pembelajaran tentang perubahan iklim

Pemerintah perlu memperbanyak materi pembelajaran tentang krisis iklim pada mata pelajaran dalam kurikulum. Kami mencoba melakukan review awal terhadap dokumen Learning Outcomes dengan menggunakan kata kunci “climate change”. Akibatnya, istilah perubahan iklim disebutkan sebanyak 64 kali, dan tercakup dalam 32 topik dalam pokok bahasannya.

Sayangnya, mayoritas (28 topik) adalah mata pelajaran kejuruan. Selebihnya tersebar di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga sekolah menengah atas (SMA). Padahal, jumlah SMK hanya sekitar 3,2% dari total 443 ribu sekolah di Indonesia.

2. Pembelajaran berbasis proyek

Kurikulum Merdeka mewajibkan sekolah menggunakan 20-30% waktunya untuk menyelenggarakan pembelajaran berbasis proyek, dengan model Proyek Penguatan Profil Siswa Pancasila.

Proyek ini memuat isu lingkungan sebagai pilihan tema yang dapat diangkat yaitu “Sustainable Lifestyle”. Penerapannya berbeda-beda sesuai dengan tingkat pendidikan. Proyek dapat menjadi alat yang ampuh untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang isu-isu perubahan iklim. Hal ini dikarenakan siswa diharapkan lebih aktif dalam mencari informasi, melihat masalah, merancang proyek, dan melaksanakan rencana tersebut secara individu atau kelompok. Proyek juga dapat mengintegrasikan ilmu alam dan sosial ke dalam kegiatan yang dilakukan.

3. Kerjasama antar pihak

Pemerintah perlu membuka ruang kerjasama dengan berbagai pihak untuk memperkuat pendidikan perubahan iklim di sekolah. Beberapa pihak tersebut, misalnya organisasi aktivis lingkungan hidup, dapat menambah dan mengembangkan lebih banyak materi pengetahuan bagi guru secara gratis di platform Merdeka Mengajar.

Sektor swasta juga dapat berkontribusi dengan menyediakan program pemagangan untuk menjadikan pembelajaran lebih kontekstual, terutama memperkenalkan lebih banyak peluang kerja ramah lingkungan dan memaparkan mereka pada permasalahan dunia nyata. Sekolah, universitas, dan perusahaan dapat bekerja sama untuk mewujudkannya.